Sabtu, 25 April 2015

12 Ramadhan 1432

Rumahku dekat kali. Kalau musim hujan, airnya sering penuh. Apalagi kalau hujannya agak besar dan lama, sungai itu kerap meluap dan mengakibatkan banjir. Tidak besar memang, tapi karena jarak sungai itu ke rumahku hanya sekitar 15an meter, airnya sering masuk halaman rumahku. Hari ini, mulai jam 10.00an tadi, hujan turun deras dan lama sekali, sekitar 4-5 jaman. Waktu hujan aku tidur.

Bangun tidur aku kaget. Suara gelombang air di sungai sebelah timur rumahku itu amat besar. Wah – pikirku – ini pasti banjir. Betul, setelah aku tanya ke nenek: air sungai meluap, tapi tidak sampai banjir. Hujan sudah reda. Suasana jadi lembab dan sejuk. Aku keluar rumah dan pergi ke sungai untuk lihat-lihat. Woy, banjirnya besar. Aku suka ini. Jarang-jarang sungai itu banjir sebesar ini. Aku duduk di tepi sungai, tak henti-henti takjub terhadap aliran air yang sangat deras dan menggetarkan. Aku jadi teringat masa kecil. Dulu, kalau banjir begini, aku dengan teman-teman kecilku biasanya ramai-ramai pergi ke sungai dan mandi. Kami main hanyut-hanyutan (ludjuludhan – istilah Maduranya). Wah, pokoknya asyik banget. Sekarang? Semua itu tinggal kenangan.

Tak lama aku bengong sendiri, mengais-ngais keindahan masa kecil, tiba-tiba dari arah utara muncul Sipul, Ilong dan Wawan – teman-teman kecilku. Mereka pegang pancing dan menenteng 4 anak lele. Ah, jadi ingat masa kecil lagi. Salah satu rutinitas sehabis hujan, dulu sewaktu masih anak-anak, aku dan teman-teman pergi memancing. Aku beranjak menghampiri mereka dengan wajah riang campur sedih.

Sekitar beberapa menit, dari arah barat, muncul Wiwid dan adiknya Endang – teman kecilku juga. Aku berkata kepada mereka seraya berteriak, “Wid, ayo main ludjuludhan? Hahaha...”. Dia tersenyum sambil bilang, “Hahaha...Sekarang kita sudah tua, malu dilihat orang”. Maklum, Wiwid sudah punya suami dan jadi petani muda, melanjutkan pekerjaan ayah-ibunya. Aku tertawa sambil kepingin sekali mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya: manangis. Demikianlah, ketika seseorang ingin sekali mengulang kembali masa lalu dan sadar bahwa dia tidak bisa, bisanya paling banter meratap sambil menitikkan air mata sedih. Mereka berdua langsung balik ke rumahnya. Maklum, mereka baru dari sawah. Pakaian mereka penuh lumpur, dan wajah mereka terlihat capek.

Aku ingat bahwa aku belum shalat dhuhur. Lagi pula aku disuruh ngambil pakan sapi ke sawah oleh nenek. Aku pamit sebentar ke teman-teman, dan mengajak mereka mancing ke “gunung”. Hitung-hitung sudah lama sekali aku tidak melakukan rutinitas ini. Mereka menyambut dengan senang sekali. Jadi aku pergi ke sawah dan shalat, mereka mencari cacing untuk umpan.

Sehabis shalat, aku siap-siap pergi. Kami menyusuri sungai ke arah selatan. Sungguh ini petualangan yang menakjubkan. Aku merasa seperti anak-anak lagi. Akh, seandainya teman-teman yang lain ikut, pasti rame dan sangat menyenangkan sekali. Sayang, mereka kini rata-rata sudah berkeluarga. Aku pun malu sendiri untuk mengajak mereka main. Mereka sudah sibuk dengan urusan masing-masing.

Tidak apa-apa. Yang penting aku bisa memuaskan diri bernostalgia dengan masa lalu. Hmmm, kenangan memang amat mengesankan kalau diziarahi kembali. Rasa itu seperti sebuah surga, meski ujung-ujungnya aku hanya merasa hampa. Masa itu tak akan kembali lagi. Ya Tuhannnn.....!

Tidak ada komentar: