Rabu, 03 Desember 2008
KEMANAKAH DIRIMU, KEKASIH?
Tuhanku, kemanakah diriMu? Aku di sini menungguMu dengan tangis yang kosong, dengan diri yang beku. Lama. Oh, sungguh lama sekali, kekasih! Hingga kukira hidup ini adalah kesendirian yang sempurna. Atau sekedar arena pencarian yang tak akan pernah memberikan perjumpaan. Atau justeru tempat dimana keterasingan adalah keniscayaan. Kalau begitu, apa arti hidup ini, kekasihku? Mengapa Kau cipta rasa cinta dan rindu dalam diriku?
Kemanakah diriMu, kekasih? Kemanakah?
Hari-hariku selalu hampa dalam rindu yang patah. Dalam cinta yang tak tersua. Aku sudah muak dengan perjumpaan yang dipaksakan ini, kekasih. Aku tak mau lagi bersusah-payah mengekalkan diriMu dalam jiwaku, sementara Kau tak pernah sekali-kali mengekalkan jiwaMu dalam diriku. Aku tak mau hidup ini layaknya fatamorgana. Yang kumau adalah sebuah keyakinan bahwa Kau ini sungguh Ada.
Kemanakah diriMu, kekasih? Kemanakah?
Benar memang kekasih, shalatku tak sempurna. Demikian pula zakat dan puasaku. Tapi apakah semua itu adalah ukuran dari kuatnya sebuah cinta dan kerinduan? Tidak. Sama sekali tidak. Karena aku tak pernah berfikir bahwa rasa cinta dan rinduku kepadaMu lebih dangkal daripada mereka yang sempurna shalat, zakat dan puasanya. Aku hanya tahu, rinduku padaMu benar-benar ada dan sempurna. Bahkan karena begitu dalam dan sublimnya, hingga tak dapat tertanggungkan kata-kata.
Kemanakah diriMu, kekasih? Kemanakah?
(4/12/2008).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar