Kira-kira pada tahun 2008 (setahun aku kuliah di UIN), aku sering menginap
di kost teman karibku, Muhammad Mizan (dipanggil Piping), anak Probolinggo.
Seperti biasanya, setelah kita makan malam di sebuah warung gudeg Jl.
Solo-Jogja, kami kembali ke kost. Aku menghidupkan komputernya dan menulis.
Piping pasti request lagu. Dari request itu, lagu yang paling aku suka adalah lagu
dari Shades Apart yang bertitel Stranger
By the Day. Aku sering mengulang-ngulang lagu itu. Biasanya, kalau lagu itu
aku ulang, aku menoleh ke Piping yang sedang membaca buku, dan kami sama-sama
tersenyum. Lirik lagu itu (sekaligus dengan terjemahan Indonesia versiku yang
agaknya kurang benar) sebagai berikut:
Snow
is falling from the sky - in the middle of July
(Salju jatuh dari langit – pada
pertengahan bulan Juli)
Sun
was shining in my eyes again last night
(Matahari memancar lagi di mataku malam
tadi)
Alarm
goes off without a sound - the silence is so loud
(Alarm tiada berbunyi – keheningan mengeras)
Something
isn't right
(Sesuatu yang tidak lumrah)
Footsteps
echo down the hall - no one's there at all
(Gema langkah kaki terdengar di seluruh
ruang – tak ada seorang pun di sana)
Dial
your number but your voice says "I'm not home"
(Kuputar nomor telponmu, tetapi kau mengatakan “Aku tidak
ada di rumah”)
Everything
is inside out - I don't know what it's about
(Segala yang di dalam menghambur ke luar
– aku tidak tahu apa itu)
*Chorus*
It
keeps getting stranger by the day
(Ia membikin hari menjadi asing)
Stranger
by the day
(Hari menjadi asing)
It
keeps getting stranger by the day
(Ia membikin hari menjadi asing)
Stranger
by the day
(Hari menjadi asing)
Going
for a walk outside - to see what I can find
(Pergi melangkah ke luar – untuk melihat
apa yang bisa aku dapatkan)
No
reflections in the windows I pass by
(Tidak ada bayangan di jendela yang aku lewati)
It
feels hotter in the shade - water runs up from the drain
(Ia terasa lebih panas di balik tirai –
air mengalir dari saluran)
Something's
going on
(Secara langsung)
Conversations
with a mime - stared at by the blind
(Bercakap-cakap dengan seorang badut –
yang membelalakkan mata butanya)
Imagination
must be working overtime
(Imajinasi harus bekerja penuh)
The
world is upside down - everything is turned around
(Dunia kacau-balau – segala yang di
sekitar seperti sedang berputar)
*Back to Chorus*
By
the time I reach your door - I can't take anymore
(Saat itu aku menjangkau daun pintumu –
aku tidak mendapatkan apa-apa
lagi)
I
just happened to be in your neighborhood
(Aku hanya kebetulan saja berada di
dekatmu)
I'm
the one who gets surprised - I don't believe my eyes
(Aku adalah seseorang yang memperoleh
kejutan – aku tidak percaya pada pandanganku)
Your
alibi's no good
(Alibimu tidaklah bijaksana)
Whatever
happened to the world
(Apa pun yang terjadi pada dunia)
Whatever
happened to the girl I thought I knew
(Apa pun yang terjadi pada perempuan yang aku pikir aku mengenalnya)
It
just can't be true - I guess I'm losing you
(Itu tidak benar – aku kira aku kehilanganmu)
*Back to Chorus
2x*
Semenjak Piping boyongan dari Jogja dan hidup bersama istrinya di
Probolinggo, aku sudah lupa lagu itu. Tak pernah sekalipun mendengarkan lagu
itu. Aku betul-betul sudah lupa bahwa
aku pernah tahu dan suka lagu itu.
Tetapi pada Juli 2013, ketika aku kerja sebagai penulis selama sebulan di
LSM Combine Bantul, pada suatu siang sehabis shalat dzuhur, Mbak Wiwik – kolega
kerjaku – memutar lagu itu. Aku dengarkan lagu itu baik-baik. Aku merasa pernah
mengenalnya. Terus aku dengarkan lagu itu sampai selesai. Aku berhenti bekerja
dan aku meminta kepada Mbak Wiwik untuk memutarnya lagi dan lagi. Masih saja aku
belum ingat. Aku kira ingatanku sudah lumpuh. Tetapi sesuatu datang:
bayang-bayang Piping. “Oh ya,” tiba-tiba aku melompat, “aku ingat.” Mbak Wiwik
kaget, heran dan tersenyum sambil mengernyitkan dahi. “Mbak, aku minta lagu
itu,” kataku.
Setelah itu, aku terus-menerus memutar lagu itu di laptopku. Betapa aku
sedih. Kenangan dengan Piping menyerbuku sedemikian dahsyatnya sehingga aku
merasa asing dengan “hari ini” dan aku ingin kembali ke saat-saat indahnya tali
pertemanan 5 tahun itu. Aduh, betul-betul kenangan itu membuatku terkapar,
sehingga aku jadi hening sendiri selama sekitar 2 jam.
Untuk mengobati rasa rinduku, aku telpon Piping. Setelah basa-basi saling
mananyai kabar, aku berkata: “Aku menelponmu karena aku baru saja mendengarkan
lagu Stranger By the Day yang dulu
sering aku ulang-ulang di kostmu. Kamu masih ingat?” Piping tertawa.
“Bener-bener kenangan denganmu membuatku ingin kembali mengalami saat-saat itu,
Ping. Aku betul-betul kangen padamu. Kapan-kapan ke Jogja lah, main-main,”
kataku.
Aku ngobrol banyak hal dengannya. Tetapi betapa kerinduan terhadap kenangan
tidak bisa diobati dengan hanya menelpon orang yang mengisi kenangan itu dan pernah
menjadi berharga dalam kehidupan kita. Tetapi, apa yang harus kita lakukan, toh itu sudah lewat. Toh kita tak bisa kembali ke masa lalu. Akhirnya,
kita bisa terdiam sendiri menikmatinya dan sedih. Hmm, Tuhan memang pintar menggoda
hati hambaNya.
Sampai catatan ini dibuat, aku masih sering memutar Stranger By the Day – sebuah lagu yang mengisahkan tentang
kesedihan seorang yang kehilangan kekasihnya. (Krapyak, 1 Oktober 2013).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar