Kamis, 31 Oktober 2013

Piping dan Lagu Stranger By the Day



Kira-kira pada tahun 2008 (setahun aku kuliah di UIN), aku sering menginap di kost teman karibku, Muhammad Mizan (dipanggil Piping), anak Probolinggo. Seperti biasanya, setelah kita makan malam di sebuah warung gudeg Jl. Solo-Jogja, kami kembali ke kost. Aku menghidupkan komputernya dan menulis. Piping pasti request lagu. Dari request itu, lagu yang paling aku suka adalah lagu dari Shades Apart yang bertitel Stranger By the Day. Aku sering mengulang-ngulang lagu itu. Biasanya, kalau lagu itu aku ulang, aku menoleh ke Piping yang sedang membaca buku, dan kami sama-sama tersenyum. Lirik lagu itu (sekaligus dengan terjemahan Indonesia versiku yang agaknya kurang benar) sebagai berikut:

Snow is falling from the sky - in the middle of July
(Salju jatuh dari langit – pada pertengahan bulan Juli)
Sun was shining in my eyes again last night
(Matahari memancar lagi di mataku malam tadi)
Alarm goes off without a sound - the silence is so loud
(Alarm tiada berbunyi – keheningan mengeras)
Something isn't right
(Sesuatu yang tidak lumrah)

Footsteps echo down the hall - no one's there at all
(Gema langkah kaki terdengar di seluruh ruang – tak ada seorang pun di sana)
Dial your number but your voice says "I'm not home"
(Kuputar nomor telponmu, tetapi kau mengatakan “Aku tidak ada di rumah”)
Everything is inside out - I don't know what it's about
(Segala yang di dalam menghambur ke luar – aku tidak tahu apa itu)

*Chorus*
It keeps getting stranger by the day
(Ia membikin hari menjadi asing)
Stranger by the day
(Hari menjadi asing)
It keeps getting stranger by the day
(Ia membikin hari menjadi asing)
Stranger by the day
(Hari menjadi asing)

Going for a walk outside - to see what I can find
(Pergi melangkah ke luar – untuk melihat apa yang bisa aku dapatkan)
No reflections in the windows I pass by
(Tidak ada bayangan di jendela yang aku lewati)
It feels hotter in the shade - water runs up from the drain
(Ia terasa lebih panas di balik tirai – air mengalir dari saluran)
Something's going on
(Secara langsung)

Conversations with a mime - stared at by the blind
(Bercakap-cakap dengan seorang badut – yang membelalakkan mata butanya)
Imagination must be working overtime
(Imajinasi harus bekerja penuh)
The world is upside down - everything is turned around
(Dunia kacau-balau – segala yang di sekitar seperti sedang berputar)

*Back to Chorus*

By the time I reach your door - I can't take anymore
(Saat itu aku menjangkau daun pintumu – aku tidak mendapatkan apa-apa lagi)
I just happened to be in your neighborhood
(Aku hanya kebetulan saja berada di dekatmu)
I'm the one who gets surprised - I don't believe my eyes
(Aku adalah seseorang yang memperoleh kejutan – aku tidak percaya pada pandanganku)
Your alibi's no good
(Alibimu tidaklah bijaksana)

Whatever happened to the world
(Apa pun yang terjadi pada dunia)
Whatever happened to the girl I thought I knew
(Apa pun yang terjadi pada perempuan yang aku pikir aku mengenalnya)
It just can't be true - I guess I'm losing you
(Itu tidak benar – aku kira aku kehilanganmu)

*Back to Chorus 2x*

Semenjak Piping boyongan dari Jogja dan hidup bersama istrinya di Probolinggo, aku sudah lupa lagu itu. Tak pernah sekalipun mendengarkan lagu itu.  Aku betul-betul sudah lupa bahwa aku pernah tahu dan suka lagu itu.
Tetapi pada Juli 2013, ketika aku kerja sebagai penulis selama sebulan di LSM Combine Bantul, pada suatu siang sehabis shalat dzuhur, Mbak Wiwik – kolega kerjaku – memutar lagu itu. Aku dengarkan lagu itu baik-baik. Aku merasa pernah mengenalnya. Terus aku dengarkan lagu itu sampai selesai. Aku berhenti bekerja dan aku meminta kepada Mbak Wiwik untuk memutarnya lagi dan lagi. Masih saja aku belum ingat. Aku kira ingatanku sudah lumpuh. Tetapi sesuatu datang: bayang-bayang Piping. “Oh ya,” tiba-tiba aku melompat, “aku ingat.” Mbak Wiwik kaget, heran dan tersenyum sambil mengernyitkan dahi. “Mbak, aku minta lagu itu,” kataku.
Setelah itu, aku terus-menerus memutar lagu itu di laptopku. Betapa aku sedih. Kenangan dengan Piping menyerbuku sedemikian dahsyatnya sehingga aku merasa asing dengan “hari ini” dan aku ingin kembali ke saat-saat indahnya tali pertemanan 5 tahun itu. Aduh, betul-betul kenangan itu membuatku terkapar, sehingga aku jadi hening sendiri selama sekitar 2 jam.
Untuk mengobati rasa rinduku, aku telpon Piping. Setelah basa-basi saling mananyai kabar, aku berkata: “Aku menelponmu karena aku baru saja mendengarkan lagu Stranger By the Day yang dulu sering aku ulang-ulang di kostmu. Kamu masih ingat?” Piping tertawa. “Bener-bener kenangan denganmu membuatku ingin kembali mengalami saat-saat itu, Ping. Aku betul-betul kangen padamu. Kapan-kapan ke Jogja lah, main-main,” kataku.
Aku ngobrol banyak hal dengannya. Tetapi betapa kerinduan terhadap kenangan tidak bisa diobati dengan hanya menelpon orang yang mengisi kenangan itu dan pernah menjadi berharga dalam kehidupan kita. Tetapi, apa yang harus kita lakukan, toh itu sudah lewat. Toh kita tak bisa kembali ke masa lalu. Akhirnya, kita bisa terdiam sendiri menikmatinya dan sedih. Hmm, Tuhan memang pintar menggoda hati hambaNya.
Sampai catatan ini dibuat, aku masih sering memutar Stranger By the Day – sebuah lagu yang mengisahkan tentang kesedihan seorang yang kehilangan kekasihnya. (Krapyak, 1 Oktober 2013).

Tidak ada komentar: