Senin, 07 Desember 2009

CATATAN LEBARAN HAJI 2009


-->

Tak banyak yang dapat aku perbuat pada lebaran haji kali ini. Semuanya berjalan cukup biasa, seperti hari-hari sebelumnya. Tak ada yang istimewa. Tak ada yang pantas aku banggakan. Beginilah memang rasanya kalau lebaran di tanah rantau.
Subuh tadi, hanya rokok dan kopi yang menemaniku. Selain itu tak ada, kecuali geriap bayang-bayang tanah kelahiran dan sedikit air mata. Pagi menjelang sangat sederhana sekali. Untuk mandi pun aku harus memaksakan diri. Pergi ke masjid dengan pakaian lama tak membuatku risih, tak membuatku malu pada orang-orang. Aku tak yakin orang-orang kota begitu memperhatikanku. Mereka tak mungkin menanyakan apakah subuh tadi aku ziarah kubur atau tidak. Aku juga tak yakin mereka akan dengan ikhlasnya bertukar-tangkap tawa dan keriangan dengan orang pendatang sepertiku.
Gema takbir benar-benar aku rasakan seperti kekosongan. Aku tak betul-betul menikmatinya sebagai deru kemenangan. Khutbah pun aku tak begitu memperhatikan. Apalagi khutbah di sini sudah menjadi ritual hampa, di mana kianya dipilih melalui semacam “audisi”. Aku tak suka itu. Kiai itu tidak seperti kiaiku di kampong yang betul-betul berniat menjadi benteng moral masyarakat.
Aku hanya menunduk, merasakan betapa kerinduan di hatiku sungguh sangat dalam kepada sanak keluarga, teman-teman dan orang-orang kampung. Aku berpikir, seandainya kemarin aku pulang, mungkin hatiku tak akan sesakit ini. Sungguh aku kecewa pada diriku sendiri yang tidak berani mengambil keputusan untuk pulang kampung meski terbilang dua-tiga hari saja. Aku benci pada diriku yang lebih memilih mambayar hutang dari pada menyisihkan uang buat ongkos pulang. Tetapi apakah artinya penyesalan ini. Waktu sudah bergulir, dan aku harus memakluminya.
Aku berdoa untuk keselamatan dan kemaslahatan ibu, nenek, adik, paman, bibi dan keluargaku yang lain. Aku berharap mereka saat ini merasakan kebahagiaan lebaran, meski tanpaku di sisi mereka. Aku berharap mereka sehat dan sentosa, selamat dunia dan akhirat. Aku berdoa untuk teman-temanku dan orang-orang yang telah mengartikanku sebagai manusia. Aku berdoa untuk semuanya.
Selain itu aku juga minta maaf, terutama kepada ayah, karena subuh tadi aku tidak bisa berziarah ke kubur beliau, membaca surah Yaasin dan menaburkan bunga, serta meminta doa untuk kesuksesanku kelak. Aku sungguh minta maaf kepada beliau. Semoga beliau mendapatkan kebahagiaan di alam sana, seperti yang selalu diimpikannya kepadaku. Semoga beliau tidak marah sebab aku tidak pulang untuk sekedar menjenguk keluarga dan melepaskan rindu mereka kepadaku. Semoga aku senantiasa dapat memegang impiannya terhadap aku: menjadi seorang santri yang beriman dan berislam dengan baik, serta menjadi penuntut ilmu kebajikan.
Aku minta maaf kepada nenekku, tersebab aku tidak mampu menunaikan permintaannya kepadaku saat liburan kemarin bahwa jika sudah dekat hari lebaran aku harus pulang. Beliau adalah orang yang sangat mencintaiku, dan aku juga sangat mencintainya. Ketika mengingat beliau, sering aku berpikir untuk sesegera mungkin balik kampung dan menjaga beliau sampai akhir hayat. Aku sungguh minta maaf sebesar-besarnya kepadamu, nek, sebab hari ini aku tak dapat memberikanmu kebahagiaan.
Aku juga minta maaf kepada ibu dan adikku yang begitu mengharapkan aku pulang. Maafkan aku yang tidak bisa menemani kalian silaturrahim ke rumah emba, maafkan aku yang tak bisa menemani kalian berziarah ke kuburan ayah, memakan daging kurban bersama-sama, menuai keriangan yang tiada tara. Maafkan aku, sungguh maafkanlah aku. Aku tidak bermaksud membuat sakit hati kalian. Aku mencintai kalian, aku menyayangi kalian, bahkan melebihi diriku sendiri. (27 November 2009).

2 komentar:

Hilal Alifi mengatakan...

aku link blogmu ya :)

Muhammad Ali Fakih AR mengatakan...

OK, bung! aku sebenarnya ingin juga link blogmu..tapi aku tidak tahu caranya!