Kamis, 20 Agustus 2009

Liburan Semester Empat

Liburan semester empat ini sungguh tak ada yang istimewa. Rumah baru rupanya tak membawa perubahan di batinku. Lama tak jumpa keluarga, sesuatu yang kukira sumber kebahagiaanku, tak membuatku merasakan hausnya rinduku. Aku hanya seperti perantau yang pulang tanpa kesan apa-apa, kecuali ratap yang sama sebagaimana sebelum aku meninggalkan rumah.

Gundah-gulanaku melihat kondisi keluarga masih pula bertahan dalam hatiku selama kurang-lebih tiga tahun dalam perantauanku di Yogyakarta. Entahlah, aku bingung dengan diriku sendiri. Mungkin hal inilah yang membuat liburanku tak istimewa. Aku berpikir, kebahagiaan tidak terletak pada rindu yang terselamatkan, tapi lebih pada aura hati dan jiwa.

Soal ekonomi keluarga barangkali adalah hal yang paling utama yang aku risaukan. Hutang emakku yang semakin bertumpuk, ditambah tidak jelasnya pemasukan menjadikan keluargaku terpuruk dan kian takut menatap masa depan. Hatiku selalu menangis ketika pagi, siang dan malam melihat emakku pamit keluar rumah barang sebentar hanya untuk cari pinjaman uang buat kebutuhan harian kami. Lebih menyakitkan lagi ketika emakku tak dapat hutangan, lalu seperti antrian, orang-orang datang ke rumah buat menagih hutang. Ya Tuhan, kapan kondisi semacam ini leyap dari kehidupan keluargaku? Kami berlindung kepadaMu dari segala hal yang membuat kerapuhan pada jiwa dan hati kami!

Hal kedua adalah soal kondisi keluargaku perseorangan. Nenekku yang sudah tua sering sakit-sakitan, kenakalan adikku yang amat merisaukanku dan wajah ibu yang selalu memancarkan aura kesedihan pada jiwaku, membuatku begitu tertekan. Kadang aku berpikir untuk menyudahi saja perantauanku, dan bertahan di rumah untuk meringankan beban dan menjaga keluarga. Tapi aku juga tidak berdaya meninggalkan kuliahku di Jogja dan membuat mereka kecewa kepadaku. Entahlah, aku sangat bingung dengan hal ini. Lebih-lebih tidak kuasa mengambil keputusan. Dalam hidup, kadang seseorang memang dihadapkan pada dua persoalan yang sangat rumit untuk memilih salah satunya.

Tapi aku sungguh luar biasa bersyukur kepada Tuhan, lantara dengan keadaan sesulit itu, keluargaku baik-baik saja, tidak ada yang terkena penyakit berat akan halnya tetanggaku yang dalam hari-hari ini ada beberapa yang masuk rumah sakit dengan biaya yang sangat besar. Tak ada cobaan begitu berat yang menimpa kami. Kami toh tetap ceria, damai dan besar hati menghadapi hidup kami yang terhimpit ini. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan karenanya.

Aku selalu berdoa kepada Tuhan, semoga kami tidak diberi cobaan besar dimana kami tidak kuasa menanggungnya. Semoga Allah senantiasa memberkahi kami, menguatkan dan memberikan keikhlasan serta ketabahan bagi kami dalam mengarungi aras hidup ini. Semoga Allah menjauhkan kami dari bencana panyaket bhalai. Semoga Allah senantiasa meneguhkan keimanan kami, menguatkan keharmonisan dan tali kasih pada keluarga kami, serta menuntun kami kepada jaaln yang lurus. Amien yaa rabbal ‘alamien. (Dasuk, 26 Juli 2009).

Tidak ada komentar: