Kamis, 20 Agustus 2009

Registrasi Semester Lima

Setiap kali registrasi, aku selalu kebingungan, pusing, dan ah…aku tak bisa membayangkannya. Hampir-hampir selalu saja registrasiku terlambat. Masalahnya adalah apalagi kalau bukan karena uang.

Saat-saat registrasi aku merasa hidupku diatur oleh uang. Semuanya serba uang. Meskipun tidak banyak-banyak amat, membayar uang kost dan kampus bagiku sangat menyesakkan. Bukan karena apa, karena selalu pada detik-detik itu aku merasa seakan tak punya kebebasan menentukan hidupku sendiri. Uang adalah raja bagi hidupku. Uang telah sebegitu menjeratku. Dan aku sungguh tak berdaya karenanya.

Uang untuk registrasi 850.000 rupiah, dan kost rata-rata butuh satu jutaan rupiah untuk tiap tahunnya. Jadi tiap tahun aku harus mengeluarkan uang dua juta tujuhratusan. Betul-betul itu harga yang sangat besar buat orang sepertiku: orang yang hidup mandiri.

Coba pikirkan, dari mana aku dapat uang sebanyak itu? Honor tulisan tidak terlalu memungkinkan tentunya, karena aku bukan tipe orang yang pintar menyimpan. Honor tulisan hanya cukup buat kebutuhan harian saja. Meski honor tulisan juga terbilang besar, biaya hidup di kota sebesar kota Jogja ini juga besar. Jadi, secara rata-rata honor tulisan hanya berbanding lurus dengan kebutuhan harian. Bahkan, honor tulisan pun tidak cukup untuk biaya harianku yang aku pikir semakin hari nampak semakin besar saja.

Akhirnya, hutang adalah jalan terakhir yang tidak boleh tidak harus aku lakukan. Hampir tiap semester aku selalu ngutang ke fakultas untuk biaya registrasi. Ditambah lagi hutang buat biaya kost. Dan tidak cukup hanya itu, untuk biaya harian pun kerap aku harus cari hutangan kesana kemari. Jadi kalau dipikir-pikir, aku ini sangat cocok dengan tipe orang pengutang kelas berat. Ah, hutang, manis tapi sangat menyiksa.

Tapi disamping semua itu, aku tidak cukup pikir, dari mana aku dapat uang buat membayar hutang-hutang yang semakin hari semakin besar itu? Tuhan ternyata lebih cerdik dari yang kita kira. Selalu ada jalan yang diberikanNya buatku bayar hutang-hutang itu. Kalau dikalkulasi secara ekonomis, sangat jelas semakin hari aku akan terbunuh oleh hutang-hutangku. Tapi di luar dugaan, kalkulasi ekonomis tidak tepat dijadikan standart ukuran secara universal dalam segala segmen hidup manusia. Mukjizat ternyata ada, dan aku sangat mempercayainya, karena telah benar-benar terbukti dalam hidupku.

Tuhan, syukurku padaMu. Meski selayaknya tidak cukup banyaknya debu di alam semesta ini untuk dosaku, Engkau begitu Maha Besar, Maha Adil dan Maha Penyayang kepada umatmu yang teramat buruk ini. Engkau telah memberikan bahkan hal yang tak pernah aku pikirkan. Ini betul-betul rahmat yang luar biasa bagiku. Aku bertobat, berdoa dan tawakkal kepadaMu, Tuhanku. Amien yaa rabbal ‘alamien. (Jogja, 17 Agustus 2009).

Tidak ada komentar: