Rabu, 25 Mei 2016

Pengalaman Pertama Jadi Guru Fisika



Di akhir tahun 2014 sampai pertengahan tahun 2015 aku pernah jadi guru les IPA anak SMP kelas IX. Nama anak itu Fadel, rumahnya di sekitar Alun-Alun Kidul, durasi nge-lesnya 150 menit, dan gaji Rp. 20.000 per pertemuan. Di akhir tahun ajaran, dia berhasil menyabet nilai UN tertinggi kedua se-Yogyakarta untuk tingkat SMP. Sebagai guru lesnya, tentu saja saya bangga. Tetapi aku yakin, itu bukan karena bimbinganku. Karena pada dasarnya, untuk ukuran anak seumurannya, Fadel terbilang pintar, cerdas dan jenius. Bahkan untuk hitungan aritmatika dan aljabar numerik dasar dia tidak pernah pakai kalkulator.
Itulah pengalaman pertama dan terkhir – setidaknya sampai hari ini – aku jadi guru les privat. Bagaimana dengan pengalaman jadi guru sekolah? Beginilah ceritanya. Pada hari Sabtu pagi (14/05/2016), seorang teman mengirim pesan di inbox facebook, bilang bahwa SMA Ali Maksum Krapyak butuh guru fisika. Di tanya: “Kamu bisa gak?”. Sore harinya aku main ke kos dia dan tanya lebih jelas tentang tawarannya itu. Akhirnya secara bulat kuputuskan: aku terima. Hitung-hitung sebagai pengalaman mengajar. Lagi pula dua minggu yang lalu – setelah tawaran jadi peneliti di lembaga penelitian lepas dari tanganku – aku berdoa agar dapat kerja. Dan, aku yakin, inilah jawaban Allah atas doaku itu. Alhamdulillah.
Pada Senin sore (16/05/2016), ba’da isya’, aku dan temanku mendatangi pihak terkait di SMA Ali Maksum. Setelah ngobrol banyak, dia menyodorkan jadwal kepadaku. Jadwalku Senin (mengajar kelas X B), Selasa (mengajar kelas X A) dan Jum’at (mengajar kelas X B). Durasi mengajarnya satu jam, dari jam 20.30 sampai 21.30. Jadi, itu memang bukan kelas formal. Tepatnya informal. Tugasku adalah menemani mereka belajar, mengulangi pelajaran yang dinaikkan kemarin di sekolah formal dan menjelaskan pelajaran yang akan dinaikkan esoknya. Dibanding memberikan materi, aku lebih banyak memberikan soal-soal, tetapi dari soal-soal itu aku bahas hingga siswa mengerti materinya secara konseptual dan komprehensif.
Ironisnya, aku harus mengajar saat itu juga. Tanpa persiapan, tidak boleh tidak, aku harus siap. Kacaunya, aku salah masuk kelas. Harusnya ngajar kels X B, tapi aku masuk kelas X A. Dan lebih kacau lagi, hingga akhir jam pelajaran, aku tidak menyadari kesalahanku dan orang kantor menegurku justru saat aku hendak pulang. Tetapi yang membuatku sedih, pertemuan pertamaku amat sangat jauh dari kata memuaskan. Aku berusaha bagaimana sebisa mungkin selama satu jam aku tidak memulai pelajaran, karena aku benar-benar tidak siap. Apalagi materinya adalah materi yang paling kubenci selama kuliah: listrik. Dulu semasih kuliah, untuk lulus matakuliah elektronika dasar, baik teori maupun praktikum, aku bahkan harus ngulang dua kali.
Pertama-tama aku buka kelas dengan perkenalan. Aku mengenalkan diri, lalu satu-per-satu kuabsen siswa untuk menyebutkan nama dan asal. Waktu perkenalannya sangat singkat, padahal aku inginnya lama. Setelah itu aku kehabisan bahan. Aku pun tidak bisa basa-basi. Betapa jengkelnya aku pada diriku. Ternyata jadi guru tidak gampang. Aku  yang dulu sering membicarakan kekurangan guru, kini dapat getahnya. Anak-anak tanya tentang bagaimana cara tercepat analisis rangkaian dalam Hukum II Kirchoff. Aku tidak bisa jawab, tapi aku “hutangi” dia. Betapa malunya aku. Aku tidak hanya membawa namaku, tetapi juga nama almamaterku (Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga).
Untuk mengalihkan rasa maluku, aku bertanya kepada siswa tentang kenapa fisika itu penting, bagaimana sejarah pergulatan para ilmuwan dalam memahami alam, serta bagaimana wujud ilmu fisika dalam perkembangan teknologi modern. Lumayan, pembahasan ini menghabiskan waktu yang agak lama. Tetapi setelah itu macet lagi. Padahal waktu masih kurang 15 menit lagi. Aku benar-benar kehabisan bahan. Akhirnya, dengan berat hati, aku tutup kelas. Dan, seperti yang sudah kuduga, aku diprotes orang kantor. “Pulangnya nunggu bel, Mas,” tergurnya.
Sampai di kos, kutangguhkan dulu garapan buku. Aku buka-buka lagi elektrodinamika. Aku pelajari konsep, contoh soal, dan kukerjakan banyak latihan. Esok paginya aku buka buku lagi. Aku kerjakan soal sebanyak-banyaknya, sampai menghabiskan banyak kertas. Inti usahaku ini adalah aku tidak mau mencoreng nama baik almamaterku. Kini aku siap – pikirku. Aku pun, dengan kepala ringan, berangkat masuk kelas. Di pertemuan kedua ini, anak-anak terlihat lesu. Mungkin mereka bosan dengan pertemuan pertama kemarin. Tapi aku semangat. Mataku berbinar-binar. Setelah aku absen mereka, biar proses belajarnya efektif, aku buat empat kelompok. Aku minta mereka mempelajari materi yang sudah dinaikkan di sekolah dan yang akan dinaikkan besok. Tapi sebelum itu, aku bayar “hutangku”.
Seperti biasa, di antara mereka ada yang semangat belajar, ada yang masih terlihat lesu, dan ada juga yang ribut. Aku biarkan kelas berjalan dengan sendirinya, sampai seorang anak bertanya pemecahan suatu soal tentang Hukum II Kirchoff. Aku coba kerjakan di papan, salah. Aku kerjakan lagi, salah lagi. Baru ketiga kalinya aku kerjakan, benar. Setelah itu, anak-anak antusias menyodorkan soal-soal kepadaku. Tapi ironisnya, banyak di antara mereka menanyakan soal-soal di luar elektrodinamika, seperti termodinamika, optik, gelombang, dan lain-lain. “Haduh, aku gak belajar itu e,” batinku. Tapi terdiam lama memperhatikan soal-soal itu. Aku berusaha memanggil sisa-sisa ingatan sewaktu kuliah dulu. Untungnya sisa-sisa ingatan itu hinggap di otakku. Akhirnya aku mampu menjawab semua pertanyaan mereka.
Tidak sebagaimana waktu nge-lesi Fadel yang murni hanya cari uang, kini aku benar-benar ingin menjadi guru yang baik. Sepulangnya ke kos, aku konsep ulang sistem belajar buat siswa-siswaku, agar mereka merasa nyaman belajar dan semangat mereka berkobar. Aku pelajari konsep-konsep penting dalam buku yang menurutku terlalu bertele-tele, yaitu Fisika Dasar karya Halliday dan Tippler, juga buku penunjang seperti Perang Siasat Fisika dan, tentu saja, buku paket fisika khusus kelas X yang saya pinjam dari salah seorang siswa. Semoga persiapan ini akan membawa berkah bagiku dan bagi siswa-siswaku. Amin. (21-05-2016).




Tidak ada komentar: