Di akhir tahun
2014 sampai pertengahan tahun 2015 aku pernah jadi guru les IPA anak SMP kelas
IX. Nama anak itu Fadel, rumahnya di sekitar Alun-Alun Kidul, durasi nge-lesnya
150 menit, dan gaji Rp. 20.000 per pertemuan. Di akhir tahun ajaran, dia
berhasil menyabet nilai UN tertinggi kedua se-Yogyakarta untuk tingkat SMP. Sebagai
guru lesnya, tentu saja saya bangga. Tetapi aku yakin, itu bukan karena bimbinganku.
Karena pada dasarnya, untuk ukuran anak seumurannya, Fadel terbilang pintar,
cerdas dan jenius. Bahkan untuk hitungan aritmatika dan aljabar numerik dasar
dia tidak pernah pakai kalkulator.
Itulah
pengalaman pertama dan terkhir – setidaknya sampai hari ini – aku jadi guru les
privat. Bagaimana dengan pengalaman jadi guru sekolah? Beginilah ceritanya. Pada
hari Sabtu pagi (14/05/2016), seorang teman mengirim pesan di inbox facebook,
bilang bahwa SMA Ali Maksum Krapyak butuh guru fisika. Di tanya: “Kamu bisa gak?”. Sore harinya aku main
ke kos dia dan tanya lebih jelas tentang tawarannya itu. Akhirnya secara bulat
kuputuskan: aku terima. Hitung-hitung sebagai pengalaman mengajar. Lagi pula
dua minggu yang lalu – setelah tawaran jadi peneliti di lembaga penelitian lepas
dari tanganku – aku berdoa agar dapat kerja. Dan, aku yakin, inilah jawaban
Allah atas doaku itu. Alhamdulillah.
Pada Senin sore
(16/05/2016), ba’da isya’, aku dan temanku mendatangi pihak terkait di SMA Ali
Maksum. Setelah ngobrol banyak, dia menyodorkan jadwal kepadaku. Jadwalku Senin
(mengajar kelas X B), Selasa (mengajar kelas X A) dan Jum’at (mengajar kelas X
B). Durasi mengajarnya satu jam, dari jam 20.30 sampai 21.30. Jadi, itu memang
bukan kelas formal. Tepatnya informal. Tugasku adalah menemani mereka belajar,
mengulangi pelajaran yang dinaikkan kemarin di sekolah formal dan menjelaskan
pelajaran yang akan dinaikkan esoknya. Dibanding memberikan materi, aku lebih
banyak memberikan soal-soal, tetapi dari soal-soal itu aku bahas hingga siswa
mengerti materinya secara konseptual dan komprehensif.
Ironisnya, aku
harus mengajar saat itu juga. Tanpa persiapan, tidak boleh tidak, aku harus
siap. Kacaunya, aku salah masuk kelas. Harusnya ngajar kels X B, tapi aku masuk
kelas X A. Dan lebih kacau lagi, hingga akhir jam pelajaran, aku tidak
menyadari kesalahanku dan orang kantor menegurku justru saat aku hendak pulang.
Tetapi yang membuatku sedih, pertemuan pertamaku amat sangat jauh dari kata
memuaskan. Aku berusaha bagaimana sebisa mungkin selama satu jam aku tidak
memulai pelajaran, karena aku benar-benar tidak siap. Apalagi materinya adalah materi
yang paling kubenci selama kuliah: listrik. Dulu semasih kuliah, untuk lulus
matakuliah elektronika dasar, baik teori maupun praktikum, aku bahkan harus
ngulang dua kali.
Pertama-tama
aku buka kelas dengan perkenalan. Aku mengenalkan diri, lalu satu-per-satu
kuabsen siswa untuk menyebutkan nama dan asal. Waktu perkenalannya sangat
singkat, padahal aku inginnya lama. Setelah itu aku kehabisan bahan. Aku pun
tidak bisa basa-basi. Betapa jengkelnya aku pada diriku. Ternyata jadi guru
tidak gampang. Aku yang dulu sering
membicarakan kekurangan guru, kini dapat getahnya. Anak-anak tanya tentang
bagaimana cara tercepat analisis rangkaian dalam Hukum II Kirchoff. Aku tidak
bisa jawab, tapi aku “hutangi” dia. Betapa malunya aku. Aku tidak hanya membawa
namaku, tetapi juga nama almamaterku (Jurusan Fisika Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Sunan Kalijaga).
Untuk
mengalihkan rasa maluku, aku bertanya kepada siswa tentang kenapa fisika itu
penting, bagaimana sejarah pergulatan para ilmuwan dalam memahami alam, serta
bagaimana wujud ilmu fisika dalam perkembangan teknologi modern. Lumayan,
pembahasan ini menghabiskan waktu yang agak lama. Tetapi setelah itu macet
lagi. Padahal waktu masih kurang 15 menit lagi. Aku benar-benar kehabisan
bahan. Akhirnya, dengan berat hati, aku tutup kelas. Dan, seperti yang sudah kuduga,
aku diprotes orang kantor. “Pulangnya
nunggu bel, Mas,” tergurnya.
Sampai di kos,
kutangguhkan dulu garapan buku. Aku buka-buka lagi elektrodinamika. Aku
pelajari konsep, contoh soal, dan kukerjakan banyak latihan. Esok paginya aku
buka buku lagi. Aku kerjakan soal sebanyak-banyaknya, sampai menghabiskan
banyak kertas. Inti usahaku ini adalah aku tidak mau mencoreng nama baik
almamaterku. Kini aku siap – pikirku. Aku pun, dengan kepala ringan, berangkat
masuk kelas. Di pertemuan kedua ini, anak-anak terlihat lesu. Mungkin mereka
bosan dengan pertemuan pertama kemarin. Tapi aku semangat. Mataku
berbinar-binar. Setelah aku absen mereka, biar proses belajarnya efektif, aku
buat empat kelompok. Aku minta mereka mempelajari materi yang sudah dinaikkan
di sekolah dan yang akan dinaikkan besok. Tapi sebelum itu, aku bayar
“hutangku”.
Seperti biasa,
di antara mereka ada yang semangat belajar, ada yang masih terlihat lesu, dan
ada juga yang ribut. Aku biarkan kelas berjalan dengan sendirinya, sampai
seorang anak bertanya pemecahan suatu soal tentang Hukum II Kirchoff. Aku coba
kerjakan di papan, salah. Aku kerjakan lagi, salah lagi. Baru ketiga kalinya
aku kerjakan, benar. Setelah itu, anak-anak antusias menyodorkan soal-soal
kepadaku. Tapi ironisnya, banyak di antara mereka menanyakan soal-soal di luar
elektrodinamika, seperti termodinamika, optik, gelombang, dan lain-lain. “Haduh, aku gak belajar itu e,” batinku.
Tapi terdiam lama memperhatikan soal-soal itu. Aku berusaha memanggil sisa-sisa
ingatan sewaktu kuliah dulu. Untungnya sisa-sisa ingatan itu hinggap di otakku.
Akhirnya aku mampu menjawab semua pertanyaan mereka.
Tidak
sebagaimana waktu nge-lesi Fadel yang murni hanya cari uang, kini aku
benar-benar ingin menjadi guru yang baik. Sepulangnya ke kos, aku konsep ulang
sistem belajar buat siswa-siswaku, agar mereka merasa nyaman belajar dan
semangat mereka berkobar. Aku pelajari konsep-konsep penting dalam buku yang
menurutku terlalu bertele-tele, yaitu Fisika Dasar karya Halliday dan Tippler,
juga buku penunjang seperti Perang Siasat Fisika dan, tentu saja, buku paket
fisika khusus kelas X yang saya pinjam dari salah seorang siswa. Semoga
persiapan ini akan membawa berkah bagiku dan bagi siswa-siswaku. Amin. (21-05-2016).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar